Soal Kedokteran

Profil FK Universitas Indonesia

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) merupakan sekolah kedokteran pertama di Indonesia, oleh karena itu sejarah lahirnya pendidikan kedokteran di Indonesia tidak luput dari berdirinya.

Setelah hampir satu abad, FKUI senantiasa menjadi pusat pendidikan dan penelitian kedokteran terbaik di Indonesia. FKUI telah melahirkan 20% populasi dokter nasional yang dapat bersaing secara global dengan mengedepankan nilai-nilai budaya FKUI yaitu integritas, visioner, keunggulan, dan kepedulian terhadap orang lain.

Dengan berlandaskan misi sebagai penyelenggara pendidikan kedokteran berbasis riset dalam menghasilkan lulusan terbaik, FKUI berhasil menjadi satu-satunya institusi kedokteran di Indonesia yang berhasil masuk QS World Ranking Top 300. Hal ini mengukuhkan reputasi FKUI di kancah internasional melalui berbagai upaya-upaya yang telah dilakukan.

Upaya internasionalisasi telah dilakukan FKUI dengan diterapkannya Kurikulum 2012 yang berlandaskan World Federation for Medical Education (WFME). Tantangan globalisasi diwujudkan dengan didirikannya program Kelas Khusus Internasional (KKI) yang berkolaborasi dengan University of Melbourne (Australia), Monash University (Australia), dan University of Newcastle upon Tyne (United Kingdom). Proses pembelajaran di FKUI juga didukung oleh implementasi e-learning dan aksesibilitas ribuan jurnal ilmiah internasional.

Transformasi pendidikan kedokteran di FKUI pun tidak luput dengan terintegrasinya Academic Health System. AHS-UI menjadi salah satu AHS yang dijadikan percontohan di Indonesia. Selain itu, UI juga dipercaya menjadi regional officer untuk AAHCI South East Asia.

Pepatah mengatakan pelajaran terbaik dapat diambil dari sejarah (historia vitae magistra). Sejarah pula yang membuktikan bahwa kalangan intelektual medis turut berbakti dan memiliki kontribusi besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Bertolak dari hal itu pula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dapat berdiri sampai sekarang. Banyak para pejuang kemerdekaan berasal dari kampus perjuangan ini.

Sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tidak terlepas dari sejarah pendidikan dokter di Indonesia yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Adapun momentum pendidikan kedokteran di Indonesia lahir pada tanggal 2 Januari 1849 lewat Keputusan Gubernemen No. 22. Ketetapan itu menjadi titik awal penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Indonesia (Nederlandsch Indie), yang ketika itu dilaksanakan di Rumah Sakit Militer.

Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 1851, dibuka Sekolah Pendidikan Kedokteran di Weltevreden dengan lama pendidikan dua tahun dan jumlah siswa 12 orang. Titik terang semakin terlihat ketika lulusan sekolah tersebut digelari Dokter Djawa melalui Surat Keputusan Gubernemen tanggal 5 Juni 1853 No. 10. Namun, sayangnya meski diberi titel dokter, lulusan sekolah tersebut “hanya” dipekerjakan sebagai Mantri Cacar.

Hampir 10 tahun lamanya dokter-dokter Indonesia harus menunggu untuk memperoleh wewenang lebih dari sekadar Mantri Cacar. Pada tahun 1864, lama pendidikan kedokteran diubah menjadi 3 tahun dan lulusan yang dihasilkan dapat menjadi dokter yang berdiri sendiri, meskipun masih di bawah pengawasan dokter Belanda.

Sejarah kembali bergulir dan mencatat pertambahan waktu studi dokter Indonesia. Tahun 1875, lama pendidikan dokter menjadi 7 tahun termasuk pendidikan bahasa Belanda yang dijadikan sebagai bahasa pengantar. Lebih dari 20 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1898, barulah berdiri sekolah pendidikan kedokteran yang disebut STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen). Para alumni ketika itu disebut Inlandse Arts.

Lama pendidikan kembali bertambah menjadi 9 tahun pada tanggal 1 Maret 1902, sekaligus mengiringi berdirinya gedung baru sekolah kedokteran di Hospitaalweg (sekarang Jl. Dr. Abdul Rahman Saleh 26). Masa pendidikan 9 tahun tersebut dibagi menjadi 2 tahun perkenalan dan 7 tahun pendidikan kedokteran.

Untuk memantapkan kualitas lulusan dalam hal praktik, pada akhir tahun 1919, didirikan Rumah Sakit Pusat CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekenhuis, sekarang disebut RSCM) yang dipakai sebagai rumah sakit pendidikan oleh siswa STOVIA.

Kampus dengan dominasi warna putih yang ada saat ini tercatat selesai dibangun pada tanggal 5 Juli 1920. Pada tanggal yang sama pula seluruh fasilitas pendidikan dipindahkan ke gedung pendidikan yang baru di Jalan Salemba 6 sekarang.

Pada tanggal 8 Maret 1942, masa kolonialisme Belanda di Indonesia berakhir. Ketika itu, Belanda bertekuk lutut di bawah kaki tentara Jepang, sekaligus menandai masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Kontroversi pun terjadi di kalangan mahasiswa kedokteran. Sebagian menyambut, sebagian lainnya menentang negara Asia Timur itu. Dua mahasiswa GHS, Soedjatmoko dan Soedarpo memilih untuk menunggu, sementara massa lainnya dipimpin oleh Chairul Saleh dan Azis Saleh pergi ke Tangerang untuk menyambut kedatangan Jepang. Meski demikian, kelompok mahasiswa itu tetap bersatu untuk menjamin berdirinya sekolah kedokteran.

Atas inisiatif seorang mahasiswa NIAS bernama Soejono Martosewojo yang memampukan sekolah kedokteran dapat kembali berdiri setelah sempat ditutup selama 6 bulan. Dengan dibantu perwakilan mahasiswa Jakarta-Surabaya serta didampingi oleh Dr. Abdul Rasjid dan beberapa dosen, Soejono mengajukan penggabungan konsep kurikulum eks-GHS dan eks-NIAS. Prof. Ogira Eiseibucho yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pemerintah Militer Jepang, menyetujui proposal tersebut.

Menindaklanjuti hal tersebut, komite pendidikan segera dibentuk, selain untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kedokteran, juga mempromosikan staf pengajar untuk menjadi dosen, asisten dosen, dan guru besar. Komite itu beranggotakan antara lain Prof. Dr. Achmad Mochtar; Prof. Dr. M. Sjaaf; Prof. Dr. Asikin Widjajakoesoemah; Prof. Dr. Hidayat; dan Prof. Dr. Soemitro, dengan Dr. Abdulrachman Saleh sebagai sekretaris.

Bersamaan dengan itu, terbentuk pula komite yang terdiri dari mahasiswa Jakarta, di antaranya Koestedjo, Kaligis, dan Imam Soedjoedi, serta mahasiswa Surabaya, misalnya Eri Soedewo, Soejono, Aka Gani dan Ibrahim Irsan. Komite ini mengembangkan rencana untuk menggabungkan eks-GHS dan eks-NIAS menjadi sekolah kedokteran dengan lama pendidikan 5 tahun. Penyesuaian penerimaan siswa pun dilakukan untuk menunjang sistem pendidikan tersebut.

Akhirnya pada tanggal 29 April 1943, sekolah kedokteran bernama Ika Daigaku dibuka sebagai hadiah dari pemerintah Jepang untuk Indonesia, dengan Prof. Itagaki sebagai dekan fakultas.

FKUI di Era Pasca Kemerdekaan

Gegap gempita kemerdekaan RI menjadi penghantar berubahnya nama sekolah menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia, tepatnya pada bulan Februari 1946. Setahun kemudian, yaitu pada Februari 1947, Belanda yang kembali menginvasi Indonesia melangsungkan kegiatan pendidikan kedokteran dengan memakai nama Genesskundige Faculteit, Nood-Universiteit van Indonesie. Namun, pendidikan kedokteran pada Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia tetap dilaksanakan masa itu.

Tercatat pada tanggal 2 Februari 1950, kedua institusi itu melebur menjadi satu. Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia dan Geneeskundige Faculteit Nood-Universiteit van Indonesie, digabung dan disatukan dengan memakai nama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penyatuan tersebut turut dipelopori penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Pada masa itu (era 1950-an), terdapat 28 jenis mata pelajaran dan bagian di FKUI, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 288 orang dan masih terdapat beberapa orang dosen Belanda. Sebagian besar mata pelajaran juga masih diberikan dalam bahasa Belanda. Sarana pendidikan yang ada meliputi Kompleks Salemba 6, Kompleks Pegangsaan Timur 16, Rumah Sakit Umum Pusat dan Rumah Sakit Raden Saleh.

Berkas sejarah tidak diketahui sebagian besar orang sejak masa itu. Beruntung ada Perhimpunan Sejarah Kedokteran Indonesia (Persekin) atau Indonesian Medical History Association yang mendalami mengenai perjalanan kaum intelektual medis di negeri ini. Selain itu ada pula Komunitas Prapatan 10 yang merupakan gabungan alumni fakultas kedokteran dan farmasi pada era sekolah pendidikan masih bernama Ika Daigaku dan Yakugaku. Adapun Prapatan 10 diambil dari nama asrama yang memang berlokasi di Jalan Prapatan No.10, Jakarta.

Yang menggelitik dari komunitas ini ialah jejak langkah para alumni yang mencetak sejarah tersendiri. Pada era penjajahan Jepang dengan sekolah kedokteran bernama Ika Daigaku, beberapa mahasiswa justru bergabung dengan kelompok eks NIAS di Surabaya dan eks GHS di Jakarta. Tidak hanya itu, sebagian alumni juga tidak melengkapi pendidikan hingga menyandang gelar dokter atau ahli farmasi, namun aktif menjalani profesi dalam bidang lain, seperti militer, diplomasi, ataupun pegawai pemerintahan. Bahkan, pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, hampir semuanya rela berkorban jiwa dan raga hingga harus gugur di medan perang demi terwujudnya proklamasi 17 Agustus 1945.

Modernisasi merambah kaum intelektual medis di Indonesia pada tahun 1946 dengan waktu studi kedokteran selama 7 tahun. Dibukanya Nood Universiteit van Indonesia menjadi gema pertama yang menandai dimulainya era modern tersebut, dilanjutkan dengan berdirinya Perguruan Tinggi Kedokteran Universitas Gajah Mada di Klaten tahun 1949. Uniknya, walau tercatat kurikulum resmi selama 7 tahun, mahasiswa dibebaskan untuk menentukan sendiri lama masa studinya. Bahkan, bila sang siswa telah siap ujian, tanggal ujian pun dapat ia tentukan sendiri. Tak heran bila periode ini disebut sebagai masa studi bebas.

Selang beberapa waktu kemudian, Indonesia terpaksa menelan pil pahit kekurangan tenaga pengajar medis setelah dipulangkannya banyak staf pendidikan kedokteran bangsa Belanda pascakemerdekaan. Pendekatan dengan University of Carolina San Fransisco (UCSF) pun dilakukan oleh Prof. Sutomo demi mengatasi masalah ini. Akhirnya, setelah negosiasi panjang selama bertahun-tahun, kurikulum baru dapat disusun dengan bantuan UCSF pada tanggal 12 Maret 1955. Adapun kurikulum ini memiliki lama studi selama 6 tahun dan disebut dengan studi terpimpin (guided study).

Sistem pendidikan baru tersebut terdiri dari 1 tahun pelajaran premedik, 2 tahun pelajaran preklinik, 2 tahun pelajaran klinik, dan 1 tahun internship. Pada sistem kurikulum tersebut, memasuki tahun ke-4, mahasiswa akan menjalani rotasi klinik di Departemen IPD dan IKB masing-masing selama 12 minggu; Departemen Obsgin, IKA, dan Psikiatri-Neurologi selama masing-masing 8 minggu. Setelah lulus dari masa klinik, mahasiswa akan menjalani internship yang ketika itu dibagi menjadi dua, setengah tahun bidang medisch dan setengah tahun sisanya bidang chirurgisch. Yang menarik, internship seluruhnya dianggap sama dengan ujian dokter bagian II sehingga pada akhir tahun ke-6 tidak perlu diadakan ujian lagi. Para siswa akan memperoleh surat keterangan dari pihak yang diberi kuasa yang menyatakan bahwa ia telah menjalani internship “dengan memuaskan, sudah cukup untuk pemberian ijazah dokter.”

Metode pengajaran tersebut bertahan selama kurang lebih 27 tahun. Sejarah kembali ditorehkan pada tahun 1982, ketika Consortium of Health Sciences (CHS) menerbitkan KIPDI 1. Hal-hal yang ditetapkan dalam KIPDI 1 tersebut sontak diterapkan departemen-departemen, yakni mengenai tujuan instruksional umum (TIU atau General Instructional Objectivesi/GIO) dan tujuan perilaku khusus (TPK atau Spesific Behavioral Objectives/SBO). TPK sendiri pada prinsipnya merupakan kurikulum yang diterapkan sejak tahun 1955.

Discipline based-curriculum kemudian menjadi penjuru sistem pendidikan kedokteran masing-masing departemen, yang berpedoman pada KIPDI 1 dengan pendekatan aspek kognitif, psikomotor, dan perilaku (attitude).

Seakan terus berupaya mengembangkan sistem baku pendidikan kedokteran di Indonesia, CHS kembali menerbitkan KIPDI 2 pada tahun 1994, yang memaparkan dengan jelas mengenai Kerangka Konsep dan Orientasi Pendidikan. FKUI segera mengadopsi KIPDI 2 yang bersifat integrated and active learning tersebut dengan menyusun Kurikulum Fakultas yang pertama kalinya bersifat terintegrasi. Sayangnya, baru 3 semester kurikulum itu berjalan, yaitu tahun 1995-1997, sistem pendidikan kembali berubah di kampus ini. Adalah peralihan kepemimpinan yang memungkinkan hal itu tejadi. Pihak pimpinan FKUI ketika itu memutuskan untuk kembali ke kurikulum lama yang bersifat departemental dan pembelajaran pasif. Dengan demikian, sistem pendidikan kembali menjadi traditional curriculum atau department/discipline based-lecturing. Ironisnya, ketika itu, Fakultas Kedokteran di Singapura justru mulai menerapkan kurikulum terintegasi tersebut.

Memasuki milenium baru dan tantangan globalisasi yang semakin merambah dunia medis membuat FKUI bergegas membenahi diri. Puncaknya, pada tahun 2000, fakultas ini mendapat hibah kompetisi QUE P yang lantas menjadi lokomotif perubahan kurikulum. Hasilnya adalah Kurikulum Fakultas (Kurfak) 2005 yang menggebrak berbagai sistem lama serta menghasilkan perubahan struktur organisasi sekaligus tata nilai di FKUI. Yang dimaksud adalah perubahan paradigma dan pola pikir. Sebelumnya, seorang pakar yang dianggap memiliki keterampilan tertinggi seakan diberi beban untuk memberi kuliah bagi mahasiswa. Sejak adanya Kurfak yang merampingkan jam kuliah ini, filosofi itu lambat laun memudar. Kurikulum tersebut menuntut staf pengajar untuk bertindak sebagai fasilitator (sama dengan sebutan tutor di fakultas kedokteran lain) yang menjadi elemen penting dalam pendidikan dokter. Mengapa penting? Karena fasilitator akan menjadi aktivator atau bahkan provokator yang dapat memprovokasi mahasiswa untuk belajar. Dengan demikian, menjadi staf pengajar tidak lagi identik dengan terbebani menyiapkan kuliah dan menjejali berupa-rupa ilmu kepada mahasiswa, tetapi berpartisipasi dalam mencetak dokter-dokter unggul yang berjiwa kritis, kreatif, dan inovatif.

Akhirnya, sejarah mencatat kali kedua disusunnya kurikulum terintegrasi di kampus UI ini. Sejalan dengan Rencana Strategis (Renstra) FKUI, Kurfak 2005 yang kini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi FKUI 2005 dibakukan dan diterapkan hingga sekarang. Namun, bukan berarti jejak langkah FKUI berhenti sampai di sini. Dengan semangat yang sama seperti saat berdirinya dulu, semangat perjuangan kampus ini tak pernah padam untuk menggojlok, menata apik, serta mempercantik sistem pendidikan kedokteran demi mencetak dokter-dokter unggul kebanggaan bangsa. Karena bagi fakultas ini, kesehatan paripurna rakyat Indonesia akan terus diperjuangkan sampai kapan pun.

Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

VISI

Menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi kedokteran, dan budaya yang unggul dan berdaya saing, melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga berkontribusi bagi pembangunan Indonesia dan dunia.

MISI

  1. Menyediakan akses yang luas dan adil serta pendidikan dan pengajaran yang berkualitas;
  2. Menyelenggarakan kegiatan Tridarma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) yang bermutu dan relevan dengan tantangan nasional serta global;
  3. Menciptakan lulusan yang berintelektualitas tinggi, berbudi pekerti luhur, dan mampu bersaing secara global;
  4. Menciptakan iklim akademik yang mampu mendukung perwujudan visi UI;
  5. Menyelenggarakan sistem kesehatan akademik (Academic Health System, AHS) untuk pembangunan kesehatan wilayah.
  6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) telah menjadi institusi pendidikan tinggi ilmu kedokteran yang berorientasi pada sistem pendidikan kedokteran berbasis penelitian untuk kemanusiaan.

FKUI senantiasa berusaha menciptakan sistem pendidikan yang mampu mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya untuk bersaing secara global berbagai aspek, baik di bidang ilmu sains, sosial humaniora, dan kedokteran, dengan mengedepankan nilai-nilai utama yang terangkum dalam Budaya FKUI-RSCM, yakni INTEGRITAS (Keselarasan perkataan dan perbuatan sesuai etika, moral dan kemanusiaan), Beriman dan bertakwa, Jujur dan konsisten, Memegang teguh etika, PROFESSIONALISME, Kompeten dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas, dan lain-lain.

Semoga informasi tentang Fakultas dan Prodi Universitas Indonesia (UI) yang kami publikasikan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat terutama untuk para siswa dan orang-tuanya. Amin Ya Allah Ya Rabbal 'Alamin!

Sumber:
- ui.ac.id
- fk.ujiantulis.com

Post a Comment

0 Comments